Hari Sabtu yang lalu saya pergi ke acara 40 hari anak sepupu saya. Sepupu saya itu, yang memang cukup berada, mengadakan sebuah acara yang cukup heboh: tenda besar di halaman depan, meja katering di luar, dan sound system oke. Begitu kaki ini dijejakkan ke ruang tamu, hal yang pertama kali saya lihat adalah pesona pink di ruang tengah.
Bukan dekorasinya. Bukan warna dindingnya.
Tapi baju yang dikenakan oleh grup ibu-ibu pengajian.
Saya mengingat tanggal berapa hari ini.
Oh. Benar.
Valentine.
...Tapi apa harus?
Belum selesai rasa kaget saya, dan perih yang sedikit saya rasakan di mata karena melihat warna pink sebanyak itu, tiba-tiba adik sepupu saya menyerahkan 5 buah kaos yang masih rapi terbungkus plastik. Dengan tulisan dekoratif 'I *gambar hati* Arla', nama sang bayi. Turns out, itu menjadi semacam seragam untuk kami, keluarga besar, untuk dipakai hari itu.
Tebak apa warnanya.
Selama beberapa lama acara berlangsung cukup khidmat. Ibu-ibu pengajian melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan doa-doa untuk si bayi dan orang tuanya. Prosesi potong rambut pun dilaksanakannya. Setelahnya, para undangan dipersilakan menikmati hidangan tradisional yang telah disediakan. Kalau Anda tidak kenal keluarga sepupu saya, pasti Anda pikir setelah semua itu, acara selesai. Tapi saya bukan Anda, dan saya tahu setelah ini masih ada 'keriaan'.
Sudah merupakan kebiasaan untuk keluarga sepupu saya ini untuk mengundang organ tunggal. Dan sudah merupakan kebiasaan pula bagi tante saya, si empunya rumah, untuk menguasai mic hanya setelah sang vokalis menyanyikan 2-3 lagu.
Saya tidak pernah suka pada penyanyi perempuan yang pekerjaannya menyanyi dengan organ tunggal dari satu acara ke acara lain. Saya tidak menghina pekerjaannya. Itu pekerjaan halal dan tidak ada yang hina dari itu, saya tahu. Saya cuma tidak suka tipikal perempuannya.
Penampilannya, baik fisik maupun cara berpakaiannya, tipikal. Belum lagi gayanya yang diharuskan sedikit genit saat mengundang para tamu untuk ikut menyanyi. Pilihan lagu? Pastinya lagu-lagu pop yang sedang tren. Tapi yang paling saya tidak suka adalah: kenapa penyanyi-penyanyi macam itu tidak pernah menyanyikan lagu bahasa Inggris dengan pengucapan yang benar??!
I mean, come on. You already put all effort to learn how to sing and entertain people. Why not as well polish your English skill? Mendengar suaranya yang agak sengau saja saya sudah cukup terganggu. Apalagi mendengar pronounciation nya yang..hiii...bikin saya merinding.
Oke, mungkin saya agak berlebihan. Mungkin dia tidak sejelek itu. Mungkin ini sentimen pribadi. Tapi mungkin dia memang lebih baik dari tante saya sendiri yang bahasa Inggrisnya lebih kurang enak didengar..dan tone deaf. SANGAT tone deaf. But still, I gotta give her credit for having such confidence. Toh para tamu sepertinya tidak keberatan, buktinya Pak Adang Daradjatun, kandidat Gubernur Jakarta pada Pilkada 2007, tetap santai tuh menikmati hidangan dan bercakap-cakap dengan tamu lainnya.
Sunday, February 15, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
yaaaa...maap maap aja niiihhh mbak putriii...
ReplyDeletenggak semua loh penyanyi organ tunggal itu belepetan. yang bagusnya ada juga, tapi mungkiiiin mbak putri belum ketemu aja kali ya.
coba tolong diajarin lah yang belepetan itu. dikasih tisu biar dibersihin belepetannya.
Justru karena itu saya menulis ini. Karena sampai sekarang saya belum pernah tuh ketemu penyanyi organ tunggal yang bisa bikin saya terpana^^
ReplyDelete